Sukses di dunia dan akhirat adalah cita-cita seluruh umat manusia di dunia, tanpa terkecuali. Namun, tak banyak manusia yang tahu dengan kunci memasuki istana kesuksesan ini. Bahkan, tak sedikit manusia yang mengaku-ngaku tahu cara mendapatkan kesuksesan. Ada yang dengan mendatangi dukun, paranormal, orang pintar dll. Sukses pun terasa jauh dari jangkauan. Padahal, sukses pada hakikatnya sudah ada di depan mata kita. Ini pula prinsip Islam yang diajarkan pada pengikutnya. Yaitu mengolah tiga pilar utama yang dimiliki manusia. Ketiga pilar tersebut adalah iman, akal dan rasa. Inilah perisai bagi kesuksesan manusia dunia dan akhirat.
Pertama, iman.
Iman berarti meyakini Islam dalam hati sebagai agama paling benar, dibuktikan dengan pernyataan lidah, diwujudkan dalam perbuatan. “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ”. (QS. al Baqoroh: 148)
Orang yang beriman memiliki definisi bahwa ia harus menjalankan segala perintah yang diimani. Misalkan dia mengaku sebagai penganut agama Islam, maka ia harus menjalankan segala perintah agama Islam, seperti shalat, zakat, puasa, dll. Artinya, Islam ditempatkan sebagai pijakan utama dalam meniti kehidupannya di dunia guna menuju kesuksesan akhirat. Iman berarti menjalankan apa yang terkandung dalam al Qur-an dan al Hadits. “Kutinggalkan untukmu dua pusaka, tidaklah kamu akan tersesat selamanya selama kamu masih berpegang teguh kepada keduanya, yaitu al Qur-an dan Sunnah Rasul-Nya”. (HR. Bukhori)
Jika seseorang sudah menjalankan Islam sesuai al Qur-an dan hadits, maka jaminan dari Allah adalah syurga dunia dan juga akhirat. Mengapa demikian? Sebab jika ia berdagang, maka ia akan menggunakan konsep-konsep berdagang seperti apa yang diajarkan al Qur-an dan hadits. Jika ia menjadi pegawai baik negeri maupun swasta, maka ia pun akan menggunakan konsep-konsep Islam yang kaffah. Jika ia menjadi pengajar, maka ia pun akan menggunakan konsep yang diajarkan Islam. Begitu juga dengan profesi-profesi yang lainnya. Inilah yang dikatakan iman dapat mengantarkan manusia pada kesuksesan dunia dan akhirat. Inilah kunci sesungguhnya bagi manusia untuk hidup bahagia di dunia dan mendapatkan syurga-Nya. Jika sudah menggunakan kunci ini, ia akan merasa damai dan tentram dalam meniti kehidupannya.
Kedua, akal.
Allah SWT memberikan bekal kepada seluruh penghuni bumi-Nya. Tidak hanya manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, pepohonan dsb. Semua diberi nikmat oleh-Nya dan manusia adalah makhluk Allah yang menerima daulat-Nya untuk menjadi kholifah fil ardh. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. al Baqoroh: 30) Oleh karena itu, Allah pun memberikan bekal utama manusia yang dapat dijadikan sebagai senjata untuk mengolah alam ini. Senjata itu adalah akal. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (QS. ali Imron: 190)
Akal memiliki peran terpenting dalam kehidupan manusia. Ia memberikan kontribusi paling dominan untuk mengolah apa yang ada di bumi-Nya. Manusia tidak akan berkembang seperti sekarang ini (era teknologi), jika tidak mengolah akal mereka. Manusia mampu menciptakan robot, komputer, televisi, radio, laptop, dan berbagai jenis hasil teknologi lainnya itu tidak lain karena mereka mengolah yang tersedia di bumi dengan akal. Orang yang tidak mampu sukses di dunia, maka perlu dicurigai tentang seberapa banyak ia menggunakan akalnya untuk mengolah bekal Tuhan ini. Apakah ia berhenti pada pemanfaatan sesaat ataukah mengolahnya untuk bisa mendapatkan kesuksesan yang lebih baik lagi. Semua itu tergantung pilihan manusia untuk menanfaatkan dan mengolah akal.
Allah SWT menjelaskan dalam beberapa ayat-Nya bahwa orang yang dapat sukses dunia adalah orang yang memiliki “sulthon”. Sebagian ulama mengartikan sulthon sebagai predikat bagi orang-orang yang mau menggunakan akal mereka. Orang yang berakal harus disertai juga dengan iman, sehingga apa yang ia lakukan dengan akalnya tidak berimplikasi buruk bagi kehidupan dunia dan juga ukhrowinya. “Rasul saw bersabda: Celaka bagi orang yang membaca ayat hanya semata membaca, dengan tidak memperhatikan kandungan di dalamnya” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1: 1981: h. 441). Artinya, dalam bertindak ia akan selalu memikirkan kehalalan dan keharaman dari apa yang telah ditentukan hukum Islam baginya. Jika sudah selaras antara akal dan iman, maka syurga adalah jaminan bagi mereka.
Ketiga, rasa.
Orang Jawa menyebut dimensi batin dengan istilah rasa. Rasa bukanlah sesuatu yang irasional. Sebaliknya, ia merupakan sesuatu yang pascarasional yang aktivitasnya lebih tinggi daripada akal rasional yang kita pergunakan untuk kalkulasi atau menjawab soal-soal ujian. Rasa akan muncul di saat seseorang telah usai menimbang dengan akal. Rasa akan muncul di saat orang mulai sadar akan kepercayaanya terhadap sang pemberi rasa (iman).
Salah satu contoh, jika tetangga kita sedang mengalami kesusahan atau kelaparan, maka rasa simpati itu akan muncul dan kemudian ia akan berusaha menggerakkan tangannya untuk membantu kesulitan tersebut dengan memberikan sesuatu sesuai kemampuannya. Inilah yang dikatakan rasa empati. Merasakan bukan berarti berpangku tangan. Namun lebih dari itu, merasakan berarti bertindak. Jika pun ia tidak mampu membantu dengan uluran tangannya, maka dengan rasa simpatinya ia akan menggerakkan tangan-tangan lain untuk ikut berempati pada tetangganya tersebut.
Rasa adalah aplikasi dari iman dan akal yang berarti amal. Melalui bantuan satu orang, Allah akan membukakan beberapa pintu lain yang lebih baik. Apalagi jika bantuan itu dilakukan secara bersama-sama, maka umat Islam di bumi ini tidak akan ada lagi yang kekurangan dan kelaparan. Di bumi ini tidak akan ada pengemis, pengamen, pengangguran dsb yang sedikitnya akan mencoreng umat Islam lainnya yang dapat dikategorikan sebagai golongan orang-orang berlebih. Semua akan terbantu diakibatkan semua umat Islam ikut membantu. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa membantu juga harus tepat sasaran. Selain menggunakan rasa simpati, kita juga dituntut untuk menggunakan akal,, yang berarti menimbang dengan teliti apakah bantuan kita tepat sasaran atau berhenti pada pihak yang salah. Inilah kunci sukses dunia dan akhirat setelah kita beriman dan menggunakan akal.
Oleh karena itu, marilah kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya ketiga kunci di atas agar kelak kita semua mendapatkan kesuksesan dunia dan akhirat. Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar